Intervensi Pemerintah Dalam Merangkul Pelaku Pembangunan Pariwisata di Kabupaten Lombok Tengah
Rubrik Bincang SDG’s Seri #55 | Oleh Madina Aurum
Kabupaten Lombok Tengah adalah salah satu wilayah administrasi yang merupakan daerah tingkat II di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Wilayah ini dikenal sebagai kawasan wisata yang mengunggulkan keindahan alam dan kekayaan budayanya. Hal tersebut didukung pula dengan lokasinya yang strategis meluas dari bagian tengah Pulau Lombok hingga ke sisi selatannya, serta berdekatan dengan Pulau Bali yang merupakan kawasan wisata internasional . Semakin lengkap dengan ditetapkannya Mandalika sebagai pariwisata super prioritas dalam Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) (Amir, Sukarno, dan Rahmawati, 2020). Selain itu, institusi pemerintahan yang efektif, akuntabel, dan inklusif bagi seluruh pihak tentu memiliki peran yang besar dalam mendukung pariwisata di kabupaten ini. Sebab, pariwisata merupakan industri multidimensi yang tidak berdiri sendiri, sehingga dalam pelaksanaannya diperlukan keterlibatan lintas sektor (Suardana, 2013).
Indikator-indikator yang digunakan dalam Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya pada poin 16 dan 17 mengenai Peace, Justice, and Strong Institutions dan Partnership for Goals menjadi dasar untuk memberikan kesempatan pada masyarakat sipil serta pihak lainnya untuk terlibat dalam pembangunan, baik itu pariwisata, ekonomi, maupun pembangunan sektor lainnya. Intervensi pemerintah dalam pembangunan harus seimbang dengan keterlibatan stakeholder lainnya. Kecenderungan atau dominasi pemerintah dibersamai dengan lemahnya moralitas pelaku pembangunan lainnya dapat memicu terbentuknya rezim yang serakah dan tidak efisien (Sumarni, 2013). Oleh sebab itu, penting untuk menerapkan indikator poin 16 dan 17 dari SDGs guna menyeimbangkan peran pemerintah dan pelaku pembangunan lainnya.
Masyarakat lokal sebagai salah satu pelaku pembangunan, terkhusus dalam sektor pariwisata, merupakan pihak yang paling mengenali kondisi wilayahnya. Sebagai objek sekaligus subjek pembangunan, peran masyarakat dalam pembangunan bukan semata-mata pada pelaksanaan kegiatannya, melainkan juga menjadi tolok ukur keberhasilan pembangunan itu sendiri (Ratnaningsih dan Mahagangga, 2015). Oleh karenanya, partisipasi masyarakat diperlukan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengembangan hingga tahapan akhir dari pembangunan (Simamora dan Sinaga, 2016). Namun, kemampuan serta sumberdaya yang dimiliki masyarakat sangatlah terbatas, sehingga dibutuhkan uluran tangan pemerintah untuk memberdayakannya. Pemerintah dapat membantu dalam menyediakan infrastruktur dan memperkuat branding yang mana masyarakat kurang memiliki kapasitas dalam hal tersebut. Selain pemerintah, swasta yang berorientasi pada profit juga dapat memberdayakan masyarakat sejalan dengan keberlangsungan bisnisnya, dengan begitu roda perekonomian masyarakat hingga wilayah juga ikut tergerakkan.
Peran swasta dalam pembangunan sektor pariwisata yang paling utama adalah dalam penyediaan modal atau investasi. Swasta sebagai salah satu stakeholder yang berorientasi pada profit dari pembangunan pariwisata, tidak mungkin memberdayakan masyarakat dan wilayah secara cuma-cuma. Kaitannya dengan hal tersebut, pemerintah berperan untuk meningkatkan minat investasi dengan memberikan intervensi yang menguntungkan dan menarik bagi pihak swasta. Hal tersebut merupakan salah satu tujuan dari dibentuknya KEK Mandalika atas keunggulan geoekonomi dan geostrategisnya. Penetapan Mandalika sebagai KEK menjadikan wilayah ini menerima fasilitas dan insentif khusus guna menarik investor. Hingga saat ini KEK Mandalika merupakan KEK yang paling diminati oleh investor dengan proyeksi penarikan investasi sebesar Rp40 trilyun (kek.go.id).
Peran pemerintah dalam pembangunan salah satunya adalah menciptakan institusi yang kuat dan mendukung aktivitas berbagai stakeholder untuk mencapai tujuan dari pembangunan. Kebijakan yang tepat dapat memaksimalkan peran para pelaku pembangunan sehingga lebih efisien serta tepat saran. Selain itu, keberhasilan pembangunan juga ditandai dengan bergeraknya perekonomian masyarakat, wilayah, hingga nasional sehingga sejalan dengan poin 1 indikator SDGs yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan. Penerapan poin SDGs 1, 16, dan 17 di Kabupaten Lombok Tengah tertuangkan dalam kebijakan penetapan Mandalika sebagai pariwisata super prioritas dalam KEK.
Rubrik Bincang SDG’s
Rubrik ini merupakan artikel Seminar SDG’s Series Departemen Geografi Pembangunan UGM bekerjasama dengan HMGP Citrakara Mandala UGM. Terbit secara berkala setiap satu bulan sekali.
REFERENSI
Amir, Azhar., Taufan Daniarta Sukarno, dan Fauzi Rahmawati. 2020. Identifikasi Potensi dan Status Pengembangan Desa Wisata di Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat. Journal of Regional and Rural Development Planning, 4 (2): 84–98.
Dewan Nasional Kawasan Ekonomi Khusus Republik Indonesia. KEK Mandalika. kek.go.id/kawasan/Mandalika
Ratnaningsih, Ni Luh Gede., dan I Gst. Agung Oka Mahagangga. 2015. Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pariwisata (Studi Kasus di Desa Wisata Belimbing, Tabanan, Bali). Jurnal Destinasi Pariwisata, 3 (1): 45–51.
Simamora, Rotua Kristin., dan Rudi Salam Sinaga. 2016. Peran Pemerintah Daerah dalam Pengembangan Pariwisata Alam dan Budaya di Kabupaten Tapanuli Utara. Jurnal Ilmu Pemerintahan dan Sosial Politik, 4 (1): 79–96.
Suardana, I Wayan. 2013. Analisis Kebijakan Pengembangan Pariwisata (Intervensi Melalui Kebijakan Pariwisata Berkelanjutan di Bali). Seminar Nasional Pariwisata Berkelanjutan. 2 Mei 2013: 1–25.
Sumarni. 2013. “Intervensi Pemerintah” Antara Kebutuhan dan Penolakan di Bidang Ekonomi. Economica, 1 (2): 45–60.
0 Comments