Menilik Fenomena Keruangan Industri Kreatif Distro di Kawasan Urban Yogyakarta
Adji Saiddinullah1, Sulthan Aflahuddin2, Prananta Radika3
1adjisaiddinullah@mail.ugm.ac.id 2aflathan@mail.ugm.ac.id 3prananta.r@mail.ugm.ac.id
123Divisi Riset dan Keilmuan HMGP UGM 2021
123Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
Gambar 1 Ilustrasi Kawasan Urban Yogyakarta
Sumber: https://www.loveexploring.com/
Daerah Istimewa Yogyakarta, daerah yang tidak hanya istimewa dari budayanya, tetapi juga istimewa dari aktivitas ekonomi masyarakatnya. Daerah ini menjadi salah satu sentra industri kreatif di Indonesia. Berpredikat sebagai Kota Pelajar dan Kota Budaya telah menjadi daya tarik tersendiri bagi sebagian besar masyarakat dari berbagai daerah di Indonesia bahkan dunia untuk berkunjung ke Yogyakarta. Hal inilah yang dilihat sebagai suatu peluang bagi para pelaku industri kreatif di Yogyakarta. Salah satu industri kreatif yang ada di daerah ini adalah industri distributor outlet atau distro. Distro merupakan sebuah fenomena baru dalam dunia fashion, khususnya kalangan milenial. Konsep awal distro yaitu tidak ada terikat dengan suatu major label tertentu sehingga memiliki desain dan merk tersendiri. Distro juga melakukan pemasaran sendiri yaitu dengan membuka semacam toko yang khusus menjual produk-produk yang telah diproduksi secara terbatas (Priatama, 2010). Di Yogyakarta sendiri, perkembangan distro dimulai dari tahun 2000 dengan berdirinya Slackers Distro. Minat masyarakat yang tinggi terhadap produk yang ditawarkan dan konsep outlet penjualannya membuat kebanyakan orang mencoba mendirikan sebuah distro. Setidaknya hingga tahun 2013 telah ada sekitar empat puluhan distro yang berkembang di Yogyakarta (Prabowo dan Rijanta, 2013).
Konsep lokasi outlet penjualan distro sangat menarik untuk dikaji, khususnya terkait dengan pola keruangan yang tercipta melalui pendekatan keruangan. Pendekatan keruangan merupakan salah satu pendekatan dalam geografi yang mengkaji rangkaian persamaan dari perbedaan fenomena geosfer dalam ruang (Bintarto dan Hadisumarno, 1991). Analisis pendekatan keruangan merupakan komponen yang khas dalam geografi sebab studi tentang keanekaragaman ruang muka bumi telah saling berkaitan dengan pembahasan masing-masing aspek-aspek keruangannya yang meliputi faktor lokasi, kondisi alam, dan kondisi sosial budaya masyarakat. Pendekatan keruangan terdiri dari pendekatan topik, pendekatan regional, dan pendekatan aktivitas manusia (Suraatmadja, 1981). Pendekatan terhadap objek pola keruangan distro di Yogyakarta lebih diarahkan pada aktivitas manusia dalam sebuah ruang untuk mengungkapkan aktivitas yang ditinjau dari penyebarannya, interelasinya, dan deskripsinya dengan gejala-gejala lain serta interaksi yang terjadi antara manusia dengan lingkungan dalam upaya pemenuhan kebutuhan. Hal ini menunjukkan bahwa aktivitas manusia dan interaksinya, baik manusia dengan manusia maupun dengan lingkungan sekitar telah menciptakan kearifan lokal berupa industri kreatif distro pada satu ruang yaitu kawasan urban Yogyakarta.
Meninjau lebih dalam terkait pola keruangan distro di kawasan urban Yogyakarta, sebenarnya telah banyak penelitian yang mengkaji hal tersebut, dua diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Prabowo dan Rijanta (2013) serta Wulandari dan Widiyanto (2016). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Prabowo dan Rijanta (2013), apabila diamati dari tahun ke tahun, perkembangan distro di wilayah perkotaan Yogyakarta selalu mengalami peningkatan secara intensitas. Perlahan tapi pasti, hingga 2013 tercatat setidaknya telah ada sekitar empat puluhan distro yang berkembang di Yogyakarta. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 terkait Peta Persebaran Distro di Perkotaan Yogyakarta.
Gambar 2 Peta Persebaran Distro di Perkotaan Yogyakarta
(Sumber: Prabowo dan Rijanta, 2013)
Berdasarkan hasil penelitian oleh Prabowo dan Rijanta (2013), disebutkan bahwa persebaran distro di Yogyakarta cenderung lebih mengelompok di satu daerah, yaitu di Jalan Cendrawasih. Hal ini disebabkan oleh faktor pasarnya sudah terbentuk. Selain itu, faktor penentu pelaku distro cenderung memilih mengelompok di Jalan Cenderawasih juga karena jalan ini terletak di kawasan bisnis dan apabila dilihat dari segi geografisnya jalan tersebut berada di jalur lambat penghubung jalan nasional. Kedua hal ini yang menjadi faktor penentu para pelaku distro lebih memilih daerah tersebut untuk menempatkan lokasi distronya sehingga dari tahun ke tahun perkembangan dan persebaran distronya pun terus meningkat. Menurut Prabowo dan Rijanta (2013) sebenarnya pola keruangan distro tidak hanya mengelompok di Jalan Cendrawasih, tetapi juga menyebar di daerah lainnya. Hanya saja, dengan pola yang menyebar di daerah lain membuat perkembangannya cenderung lambat.
Sementara itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Wulandari dan Widiyanto (2016) menyebutkan bahwa secara umum distribusi keruangan distro di Yogyakarta, khususnya Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman, didominasi pola mengelompok membentuk klaster di Jalan Mataram dan Jalan Cendrawasih. Adapula yang polanya menyebar yaitu di Jalan Jalan Seturan, Jalan Gejayan, Jalan Solo, Jalan Kaliurang, Jalan Colombo, Jalan Ringroad Utara, dan Jalan Perumnas. Akan tetapi, perkembangan distro di daerah tersebut cenderung tidak pesat. Berikut ditambilkan Gambar 3 terkait Peta Peta Distribusi Keruangan Distro di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman.
Gambar 3 Peta Peta Distribusi Keruangan Distro di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman
(Sumber: Wulandari dan Widiyanto, 2016)
Berdasarkan identifikasi pola distro di DIY sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, pola distro yang terbentuk di DIY yaitu berupa economies of agglomeration di mana hal ini telah menjadi suatu episentrum perekonomian dengan produktivitas yang tinggi di wilayah perkotaan Yogyakarta. Menurut O’Sullivan dalam Sijabat dan Sutanto (2020), economies of agglomeration memberikan manfaat kepada perusahaan-perusahaan karena mereka terletak dekat satu sama lain secara spasial, atau dengan kata lain teraglomerasi. Fenomena aglomerasi distro di Yogyakarta erat kaitannya dengan aksioma Self-Reinforcing Effects dalam Urban Economies oleh O’Sullivan. Menurut O’Sullivan dalam Sijabat dan Sutanto (2020), aksioma ini menjelaskan bahwa aktor ekonomi memiliki tendensi untuk lebih memilih tempat-tempat yang didiami oleh aktor ekonomi lain yang memiliki kesamaan karakteristik dengan diri mereka sendiri. Oleh karena itu, proksimitas dapat menjadi katalis bagi produktivitas mereka.
Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa fenomena keruangan lokasi industri kreatif distro di Yogyakarta lebih dominan mengelompok atau membentuk distrik klaster. Para pelaku distro di Yogyakarta lebih memilih menempatkan lokasi distronya karena pertimbangan lokasi pasarnya yang sudah terbentuk. Kawasan wisata dan bisnis pun menjadi acuan para pelaku distro di dalam penempatan lokasinya. Pengaruh dari penentuan lokasi dengan pola mengelompok seperti ini telah mampu mendorong datangnya konsumen dalam jumlah yang banyak. Fenomena aglomerasi distro di Yogyakarta ini merupakan bentuk aksioma Self-Reinforcing Effects di mana proksimitas menjadi katalis bagi produktivitas para pelaku distro.
REFERENSI
Bintarto, R., & Hadisumarno, S. 1991. Metode Analisa Geografi. Jakarta : LP3ES.
Kementerian Komunikasi dan Informasi, 2015. Ekonomi Kreatif adalah Pilar Perekonomian Masa Depan. [Online] Available at: https://kominfo.go.id/content/detail/5277/ekonomi-kreatif-adalah-pilar perekonomian-masa-depan/0/berita [Diakses 31 Oktober 2020].
Prabowo, I. & Rijanta, R., 2013. Distribusi Spasial Perkembangan Distribution Outlet (Distro) di Perkotaan Yogyakarta. Jurnal Bumi Indonesia, 2(3).
Priatama, A., 2010. Penggunaan Produk Distro sebagai Simbol Gaya Hidup Berbusana Kaum Muda (Studi terhadap Remaja Konsumen di Planet Distro dan Orbit Distro Banjarnegara) , Surabaya: Perpustakaan Unnes.
Sijabat, M. I. L. & Sutanto, R., 2020. Proyek Sepuluh Metropolitan: Sebuah Ambisi yang Perlu Dievaluasi. [Online] Available at: https://www.kompasiana.com/himiespa/5f5e075fd541df19e8160702/proyek-sepuluh-metropolitan-sebuah-ambisi-yang-perlu-evaluasi?page=all [Diakses 12 Desember 2020].
Suraatmadja, 1981. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Bandung: Alumni
Wulandari, I. & Widiyanto, D., 2016. Analisis Pola Distribusi Klaster Distro di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Jurnal Bumi Indonesia, 5(3).
0 Comments