PENGARUH KEBIJAKAN ZONASI DAN KEBERADAAN FASILITAS PENDIDIKAN TERHADAP PERKEMBANGAN WILAYAH
Rossita Adriani Priyono 1, Destriana Pasaribu2
1 rossitaardiani@mail.ugm.ac.id 2 destrianapasaribu19@mail.ugm.ac.id
12 Divisi Riset dan Keilmuan HMGP UGM 2021
12 Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
Istilah “Sistem Zonasi” tentunya bukan lagi menjadi istilah baru di telinga masyarakat Indonesia. Istilah ini mulai ramah didengar sejak tahun 2017 silam, yakni tepat di saat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan kebijakan zonasi dalam sistem penerimaan peserta didik baru (PPDB) dan kemudian disempurnakan di tahun 2018 melalui Permendikbud Nomor 14 Tahun 2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru pada Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, Sekolah Kejuruan, atau bentuk lain yang memiliki derajat yang sama. Berbagai kalangan juga telah banyak menyuarakan tentang istilah ini sejak pertama kali diperkenalkan pada masyarakat.
Berhubung karena istilah ini sudah lama menyebar di kalangan masyarakat, namun apakah sebenarnya kita benar-benar paham tentang apa yang dimaksud dengan sistem zonasi tersebut? Menurut KBBI, zonasi berarti pembagian atau pemecahan suatu areal menjadi beberapa bagian, sesuai dengan fungsi dan tujuan pengelolaan. Maka dengan itu, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) membuat suatu kebijakan yakni sistem zonasi dengan harapan dapat mempercepat pembangunan pendidikan yang merata, berkualitas, dan berkeadilan. Selain itu, sistem zonasi ini juga dianggap dapat menjadi solusi dalam menyelesaikan masalah ketimpangan akses dan kualitas pendidikan nasional.
Sejak diberlakukannya sistem zonasi ini, maka calon peserta didik baru diharuskan untuk mendaftar ke sekolah yang satu zonasi dengan domisili atau tempat peserta didik tersebut tinggal berdasarkan kartu keluarga atau surat domisili. Adapun kuota pelajar yang akan diterima melalui jalur zonasi berdasarkan Permendikbud RI Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Pada Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas, dan Sekolah Kejuruan Pasal 13 ayat (1) disebutkan bahwa jalur zonasi SD paling sedikit 70% dari daya tampung sekolah, jalur zonasi SMP paling sedikit 50% dari daya tampung sekolah dan jalur zonasi SMA paling sedikit 50% dari daya tampung sekolah. Untuk persenan lain kemudian dibagi lagi atas jalur afirmasi, perpindahan tugas orangtua/wali/ dan jalur prestasi. Sehingga sebagaimana dari persentase tersebut dapat disimpulkan bahwa jalur zonasi menjadi jalur yang paling mendominasi diantara yang lainnya.
Berbicara tentang zonasi tidaklah dapat terlepas dari kata “areal”, sesuai definisi zonasi menurut KBBI. Areal memiliki arti yang sama dengan area yang berarti bagian permukaan bumi; daerah; wilayah geografis yang digunakan untuk keperluan khusus; wilayah geografis yang memiliki ciri-ciri tipologi bahasa yang bersamaan. Maka tidak dapat dipungkiri bahwa kebijakan ini akan berkaitan dengan sesuatu yang disebut dengan wilayah. Lalu, bagaimana sistem zonasi ini memengaruhi pembangunan dalam suatu wilayah?
Kebijakan zonasi melihat jarak rumah tempat tinggal dengan sekolah sebagai indikator utama penerimaan peserta didik baru. Pada sistem ini, peserta didik yang memiliki jarak yang lebih dekat dengan sekolah sangat diuntungkan, baik dari segi kemudahan mendapat sekolah, penurunan waktu tempuh, dan yang lainnya. Hal tersebut membuat pola pergerakan yang terjadi juga mengalami perubahan. Pola pergerakan yang dimaksud berupa perjalanan untuk menuju ke sekolah tujuan. Tujuan perjalanan ke sekolah merupakan perjalanan wajib dengan intensitas yang tinggi karena telah menjadi dasar kebutuhan para siswa.
Adanya perubahan pergerakan karena sistem zonasi dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan suatu wilayah, terutama pada tata ruang wilayah tersebut. Merujuk pada hasil penelitian Prasetyo (2018) mengenai Evaluasi Dampak Kebijakan Sistem Zonasi PPDB terhadap Jarak Tempat Tinggal dan Biaya Transportasi Pelajar SMA di DIY, bahwa rata-rata jarak tempat tinggal dengan sekolah dan biaya transportasi pelajar SMA di DIY mengalami penurunan yang cukup signifikan setelah adanya penerapan sistem zonasi ini. Selain itu, jarak yang tidak terlalu jauh membuat waktu tempuh siswa ke sekolah juga lebih cepat. Hal tersebut secara tidak langsung membuat kemacetan yang seringkali terjadi di DIY mengalami penurunan.
Terpusatnya pergerakan siswa dengan jarak terdekat dari tempat tinggal mereka membuat pola tata ruang yang ada di wilayah tersebut pada perkembangan kedepannya juga mengalami perubahan. Yudistira dan Giyarsih (2013) menyatakan bahwa pengaruh yang ditimbulkan dari keberadaan fasilitas pendidikan tidak hanya berdasarkan pada kuantitas atau banyak sedikitnya fasilitas pendidikan saja, tetapi juga faktor kualitas dari fasilitas pendidikan tersebut. Artinya, kualitas pendidikan atau sekolah yang baik dapat berpengaruh besar terhadap keberadaan lahan terbangun di wilayah tersebut.
Secara temporal, bukan menjadi hal yang tidak mungkin bahwa di masa depan para siswa yang memiliki jarak tempat tinggal yang jauh dari sekolah yang diinginkannya akan pindah dan menetap di wilayah-wilayah yang lebih dekat dengan sekolah tersebut. Sekolah dapat menjadi faktor penarik bagi masyarakat, terutama siswa, untuk menempati wilayah sekitar sekolah. Hal itu tentunya akan berimplikasi pada tingkat perkembangan wilayah. Pertambahan jumlah penduduk serta meningkatnya aktivitas yang terjadi di suatu wilayah secara tidak langsung akan membuat perkembangan wilayah tersebut lebih cepat dibandingkan wilayah lain.
Perkembangan wilayah yang diakibatkan oleh fasilitas pendidikan ini juga didukung oleh kemudahan aksesibilitas siswa. Faktor aksesibilitas sangat terkait dengan keterjangkauan lokasi sehingga sangat mempengaruhi mobilitas dari siswa itu sendiri. Lokasi yang mempunyai aksesibilitas yang cukup baik cenderung mengalami perkembangan yang pesat dan akan memperbesar potensi daya tarik. Atas dasar hal tersebut, keberadaan sistem zonasi berperan mendukung kemudahan aksesibilitas siswa berupa jarak yang dekat sehingga secara tidak langsung juga akan memengaruhi tingkat perkembangan wilayah terkait.
Penerapan sistem zonasi oleh pemerintah ini sangat mempengaruhi perkembangan dan pola tata ruang suatu wilayah. Kedekatan jarak dan penurunan waktu tempuh dapat mengurangi tingkat kemacetan. Di sisi lain, adanya kebijakan ini kedepannya dapat mendorong siswa untuk pindah dan menetap di sekitar lokasi sekolah demi mendapatkan kualitas sekolah yang diinginkannya. Hal tersebut dapat menyebabkan penambahan jumlah penduduk dan peningkatan aktivitas sehingga perkembangan wilayah dapat terjadi lebih cepat. Akan tetapi, terlepas dari hal di atas, pemerataan kualitas sekolah di suatu wilayah juga menjadi hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah karena juga akan berimbas pada pertimbangan pemilihan sekolah oleh masyarakat, khususnya siswa.
REFERENSI
Prasetyo, J. 2018. Evaluasi Dampak Kebijakan Sistem Zonasi PPDB Terhadap Jarak Tempat Tinggal dan Biaya Transportasi Pelajar SMA di DIY (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
Yudistira, M. A., & Giyarsih, S. R. 2013. Pengaruh Keberadaan Fasilitas Pendidikan Terhadap Pola Keruangan Lahan Terbangun (Kasus: Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman). Jurnal Bumi Indonesia, 1(3).
0 Comments