Sudah Saatnya Kita Melek, Ini Dampak Krisis Kesehatan terhadap Kondisi Ekonomi Indonesia
Novirene Tania1
1Divisi Riset dan Keilmuwan HMGP UGM 2020
1Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada
Indonesia tidak sedang baik-baik saja. Terlepas separah apa dampak krisis kesehatan yang masih betah menyarang di negara bahkan dunia ini (sebut saja Corona), pemberitaan tentang bagaimana nasib Indonesia dan langkah yang diambil pemerintah tidak bisa lepas dari pandangan kita. Kecuali 24/7 hidup kita hanya untuk memelototi histori unggahan terbaru pengguna tik tok yang sedang menjamur. Kalau dalam sehari kita setidaknya meluangkan waktu menonton berita di TV atau kanal berita di HP, mau tidak mau mata akan auto terkoneksi dengan upaya-upaya yang sedang dilakukan pemerintah dalam pengemasan yang dinamakan “kebijakan”.
Salah satu keresahan seluruh jajaran petinggi negara dan pengamat pembangunan yang kini sedang mencuat di permukaan adalah “ancaman resesi”. Bagi khalayak yang semula menyepelekan Corona beserta dampaknya yang digadang-gadang terlalu berlebihan, bagaimana respons kita melihat krisis kesehatan ternyata berimbas begitu besar sampai pada kondisi ekonomi negara?
Tidak Hanya Indonesia, Kondisi Global Sama Tidak Baiknya
Kalau sebelum-sebelumnya kita terbiasa dilekati stigma bahwa tidak banyak negara yang guncang akibat Corona ini, maka data bisa menjadi jawaban bahwa “keterpurukan” ini adalah kepunyaan banyak negara bahkan global.
Data di atas menggambarkan bahwa Corona berhasil menimbulkan gejolak ekonomi yang mengarah pada resesi global. Berbagai kebijakan yang dilakukan untuk menekan laju penyebaran Corona, seperti penutupan sekolah dan beberapa kegiatan bisnis, pembatasan sosial berskala besar, bahkan lockdown mengakibatkan penurunan tingkat konsumsi dan investasi (BPS, 2020).
Lalu, Apa Kabar Ekonomi Indonesia?
Indonesia kini dihadapkan pada kondisi dimana pertumbuhan ekonomi mencapai -5,32% y on y (year to year) atau -4,19% q to q (quarter to quarter). Adapun angka ini diperoleh dari hasil kalkulasi laju pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Triwulanan.
Mengapa PDB yang menjadi dasar perhitungan dalam meninjau kondisi ekonomi suatu negara?
PDB diartikan sebagai jumlah dari produksi barang dan jasa yang dihasilkan suatu negara dalam periode waktu tertentu. PDB menjadi parameter penting untuk mengukur laju pertumbuhan ekonomi nasional, mengetahui struktur perekonomian suatu negara, dan pada akhirnya menjadi landasan bagi pemerintah untuk merumuskan kebijakan. Dalam perhitungannya, PDB melibatkan beberapa komponen di bawah ini:
- C (Consumption) : konsumsi barang dan jasa yang terjadi dalam negara. Pada kuartal II 2020, konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi sebesar -5,51%.
- I (Investation) : investasi domestik atau pengeluaran modal. Bentuknya bisa beraneka ragam. Dalam dunia bisnis, misalnya. Investasi dapat berupa upaya pelaku bisnis untuk meningkatkan usahanya seperti berbelanja keperluan kantor, mesin, dan lainnya. Pada kuartal II 2020, konsumsi rumah tangga mengalami kontraksi sebesar -8,61%.
- G (Government Consumption/Belanja Negara) : berupa pengadaan peralatan untuk menunjang kegiatan pemerintahan, pembangunan infrastruktur, hingga pembayaran gaji pegawai negeri sipil. Pada kuartal II 2020, belanja negara mengalami kontraksi sebesar -6,9%.
- X-M (Export — Import) : pengurangan nilai ekspor dan nilai impor. Pada kuartal II 2020, ekspor mengalami kontraksi hingga -11,66%, sedangkan impor hingga -16,96%.
Sementara itu, kondisi ekonomi Indonesia dapat kita tinjau dari sektor mana yang memberikan pertumbuhan positif, masih ada pertumbuhan, dan juga sektor mana yang kontraksi signifikan.
Transformasi besar-besaran kegiatan tatap muka langsung menjadi secara virtual ternyata menyebabkan sektor informasi dan komunikasi menjadi salah satu sektor yang pertumbuhannya positif di tengah pandemi bahkan menempati posisi tertinggi (10,88% pada kuartal II tahun 2020). Dengan demikian, kini kita mengetahui bahwa penggunaan teknologi teleconference yang meningkat — dan membuat kuping rasanya meleleh berjam-jam — selama pelaksanaan kerja jarak jauh memberikan pertumbuhan yang signifikan bagi sektor IT di tanah air.
Selain, sektor informasi dan komunikasi, terdapat beberapa sektor yang masih memberikan pertumbuhan sekalipun kecil seperti sektor pengadaan air (4,56%), jasa kesehatan (3,71%), real estate (2,30%), pertanian (2,19%), jasa pendidikan (1,21%), jasa keuangan (1,03%).
Lalu, sektor apa saja yang mengalami kontraksi parah akibat negara dilanda Corona?
Transportasi dan pergudangan (-30,84%) dan akomodasi&makan minum (-22,02%) menjadi dua teratas sektor dengan pertumbuhan minus paling besar. Pembatasan mobilitas publik dengan menggunakan berbagai transportasi baik transportasi pribadi maupun umum — termasuk dengan jenis armadanya — ternyata memberikan dampak signifikan bagi pertumbuhan ekonomi di sektor transportasi. Pun termasuk dengan kebijakan larangan mudik saat Hari Raya Idul Fitri beberapa bulan lalu dan penurunan aktivitas kargo selama pandemi Corona.
Pembatasan mobilitas publik yang juga berdampak pada turunnya jumlah wisatawan di berbagai spot pariwisata di Indonesia menyebabkan sektor akomodasi&makan minum menjadi sektor terdampak signifikan kedua selama pandemi. Sektor akomodasi yang mencakup seperti kebutuhan tempat tinggal para wisatawan selama berwisata dan berbagai jasa pelayanan serta hiburan jelas menurun ketika kegiatan wisata selama beberapa waktu dihentikan. Dengan demikian, kita sekarang menjadi punya alasan mengapa pariwisata menjadi sektor yang kembali dibuka oleh pemerintah di masa kenormalan baru. Ternyata hahahihi masyarakat di tempat wisata unggulan mereka dan aktivitas mengoleksi foto untuk unggahan netijen di Instagram selama berwisata menyumbang pundi-pundi yang besar bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Sementara itu, untuk turunnya pertumbuhan sektor makan minum jelas dapat kita lihat pada munculnya tren ‘koki dadakan’ selama masyarakat berada di rumah aja. Demi menyeimbangkan pendapatan dan pengeluaran selama masa karantina, masyarakat mulai dibiasakan untuk berputar otak menciptakan makanan enak yang murah meriah. Kemandirian ini akhirnya menggeser masyarakat yang sebelumnya termasuk ‘masyarakat konsumtif pemburu kuliner’. Lagi dan lagi kita sekarang tau bahwa tingkat konsumtif masyarakat juga menyumbang pundi-pundi besar bagi pertumbuhan ekonomi nasional.
Setelah membaca banyak fakta-fakta di atas, harusnya kini sekarang kita tau alasan mengapa Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani, garuk-garuk kepala memikirkan skenario untuk mencegah resesi dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal selanjutnya.
0 Comments