Strategi Pangan Berkelanjutan Indonesia Berbasis Archipelago State

Published by hmgp.geo on

Maya Sukma Aprilia1, Sonia Nada Salsabila2

1 mayasukmaaprilia@mail.ugm.ac.id 2 sonianada2020@mail.ugm.ac.id

12 Divisi Riset dan Keilmuan HMGP UGM 2021

12 Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Indonesia merupakan negara agraris karena memiliki tanah yang subur. Hal ini dapat terjadi karena Indonesia terletak di ekuator yang menyebabkan negara Indonesia memiliki iklim tropis. Hal ini menjadikan Indonesia mendapat intensitas penyinaran matahari terbanyak sepanjang tahun sehingga memiliki iklim tropis dengan dua musim, yakni musim kemarau dan musim hujan di mana perbedaan suhu dan kondisi antara dua musim tersebut tidak berbeda drastis. Selain itu, banyaknya aktivitas vulkanik juga menyebabkan tanah di Indonesia menjadi subur. Hal ini dapat menunjang aktivitas agrikultur dengan baik. Oleh karena itu, pertanian atau agrikultur merupakan salah satu yang paling berkembang di Indonesia dan merupakan mata pencaharian utama penduduk. Pertanian mempunyai peranan penting dalam meningkatkan ekonomi negara sehingga mayoritas masyarakat Indonesia adalah bermata pencaharian di bidang pertanian.

Faktor geografis dalam perspektif spasial dapat menjadi salah satu hambatan dalam mewujudkan peningkatan pertanian dan pemerataan ekonomi di Indonesia. Seperti yang kita ketahui bahwa karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara archipelago memang dapat menjadi daya tarik wisatawan akan keindahan alamnya maupun kekayaan sumber daya alam yang dimiliki, tetapi disisi lain menjadi tantangan karena adanya laut yang memisahkan daratan-daratan di Indonesia. Adanya laut dapat mengakibatkan menurunnya tingkat aksesibilitas dan konektivitas antar pulau sehingga dapat memperlambat pergerakan dan menambah biaya mobilitas barang dan jasa. Akibatnya, distribusi pendapatan juga tidak tersebar secara merata. Oleh karena itu, untuk mengatasi itu semua, hendaknya terdapat sebuah sistem pembangunan ekonomi khusus dengan paradigma yang telah disesuaikan dengan kondisi spasial Indonesia sehingga upaya-upaya yang dilakukan dapat terlaksana secara optimal dan dapat mengurangi angka ketimpangan dan kemiskinan ekonomi di Indonesia.

Seperti yang kita ketahui, lebih dari 140 juta penduduk Indonesia tinggal di wilayah pesisir yang mana 80% di antaranya menggantungkan hidupnya pada pemanfaatan Sumber Daya Pesisir. Negara Kesatuan Republik Indonesia juga terdiri atas belasan ribu pulau tentunya membutuhkan pengelolaan pesisir dan kepulauan yang saling terintegrasi agar potensi yang dimiliki oleh Indonesia dapat dimanfaatkan secara maksimal. Potensi yang ada dapat berupa sumber daya hayati, non hayati, sumberdaya buatan dan Jasa Lingkungan.

Pangan sebagai kebutuhan pokok menghadapi tantangan untuk mencapai kedaulatan. Kondisi yang dimiliki Indonesia sebagai negara agraris dan terbentuk dari ribuan pulau merupakan salah satu tantangan tersebut, baik pada masa kini maupun di masa yang akan datang. Pangan Bijak Nusantara merupakan sebuah visi mengenai kedaulatan pangan berkelanjutan yang adil dan menghargai kearifan lokal bagi seluruh masyarakat di Indonesia (Tranggono dkk., 2019).

Konsep berkelanjutan tersebut diterapkan pada tiap proses produksi sumber pangan, mulai dari pengolahan, penyimpanan, hingga logistik dan distribusi pangan. Sistem produksi yang berkelanjutan perlu memiliki tingkat produktivitas yang tinggi sehingga memiliki nilai ekonomi yang layak dan dapat mendukung proses produksi selanjutnya. Penggunaan bahan berbasis organik dapat ditingkatkan untuk mengurangi dampak buruk pada alam. Penyediaan akses terhadap kebutuhan proses produksi juga perlu diperhatikan. Lahan pertanian merupakan lahan yang rentan mengalami pengalihfungsian lahan. Perlindungan dan penyediaan lahan yang menyediakan sumber pangan, baik lahan pertanian dan sumber pangan dari hutan, perlu dipertegas untuk mengatasi pengalihfungsian lahan pertanian dan hutan menjadi lahan terbangun, kerusakan lahan, pemanfaatan lahan yang tidak sesuai, dan lainnya.

Tidak hanya pada sumber pangan yang berasal dari darat saja, sumber pangan yang berasal dari perairan juga memerlukan penyediaan akses yang memadai. Dalam proses produksinya, diperlukan sistem yang dapat mendukung produktivitas dari pengambilan, budidaya, pengolahan, hingga distribusi hasil perikanan. Saat ini, para nelayan di Indonesia memerlukan surat izin berlayar untuk dapat mengambil ikan. Oleh karena itu, kemudahan akses untuk mendapatkan surat izin tersebut perlu diperhatikan lagi agar para nelayan dapat berlayar dan melakukan proses produksi.

Tingkat keberagaman jenis pangan lokal yang ada di Indonesia juga menjadi tantangan pada produksi pangan agar dapat diberdayakan secara maksimal. Contohnya, pada tanaman pangan sumber karbohidrat, Indonesia baru memfokuskan pada dua tanaman, yaitu padi dan jagung, meskipun terdapat 77 jenis tanaman sumber karbohidrat lainnya. Kekayaan rempah di Indonesia juga merupakan keberagaman yang perlu dimanfaatkan. Melalui rempah, kita juga dapat melihat bahwa bentuk negara kepulauan Indonesia merupakan sebuah potensi terhadap keberlanjutan pangan dengan kearifan lokal. Keberagaman sumberdaya perikanan di lautan Indonesia pun perlu diperkenalkan pada masyarakat agar pemanfaatan sumberdaya tersebut dapat dioptimalkan.

Pada aspek logistik dan distribusi, kondisi kepulauan di Indonesia menjadi sebuah tantangan. Penurunan kualitas pangan dari produsen ke konsumen merupakan sebuah hal yang lumrah terjadi pada proses logistik pangan. Dengan adanya perubahan pada kualitas pangan, risiko pengeluaran limbah pangan juga dapat terjadi apabila terdapat masalah pada proses penyaluran. Untuk meminimalisasi limbah pangan, diterapkan hierarki yang sesuai dalam pengelolaan pangan. Pengelolaan pada sistem produksi dan distribusi pangan yang baik akan mendukung realisasi harga pangan yang adil pada tiap wilayah dan rantai pangan yang ada di Indonesia.

Dari sisi konsumen, keberlanjutan pangan dapat didukung melalui penerapan gaya hidup sehat. Berkaitan dengan pangan, penerapan gaya hidup sehat tersebut dapat dilakukan dengan pola makan sehat. Pengurangan limbah makanan juga dapat dilakukan oleh konsumen untuk mendukung keberlanjutan pangan. Indonesia sendiri menduduki peringkat kedua sebagai penghasil limbah pangan terbanyak di dunia. Sampah organik yang dihasilkan dari makanan menyumbang pada efek gas rumah kaca yang berpengaruh perubahan iklim global. Fakta tersebut menunjukkan bahwa, diperlukan kerja sama, tidak hanya dari proses produksi tetapi juga konsumsi pangan agar sistem pangan berkelanjutan di Indonesia berhasil.

Diperlukan pengarusutamaan sistem pangan berkelanjutan yang ada di Indonesia ke dalam kebijakan-kebijakan pemerintah. Kebijakan tersebut dirancang dengan mempertimbangkan kondisi Indonesia sebagai negara kepulauan sehingga didapatkan kebijakan yang sesuai dan mampu memenuhi karakteristik wilayah yang berbeda di masing-masing pulau. Selain kebijakan, peran dari tiap lapisan masyarakat, mulai dari proses produksi, distribusi, hingga konsumsi juga menjadi hal penting agar sistem pangan berkelanjutan dapat berhasil diterapkan.

REFERENSI

Tranggono, A., Wirman, C., Sulistiowati, A., & Avianto, T. (2019). Makalah Strategi Sistem Pangan Berkelanjutan Indonesia. Hivos.

Categories: Publikasi

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.