Pembangunan Ekonomi Regional Berbasis Archipelago State: Upaya Mengkaji dan Mengatasi Kemiskinan dan Ketimpangan Ekonomi Wilayah Kepulauan di Indonesia

Published by hmgp.geo on

Zaky Alfarizi

zakyalfarizialfarizi@mail.ugm.ac.id

Divisi Riset dan Keilmuan HMGP UGM 2022

Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Peta Administrasi Indonesia

Sumber: Peta Tematik Indonesia

 

Studi ekonomi regional pada dasarnya sangat menekankan aspek wilayah dalam kajiannya yang sangat berkaitan dengan aspek regional equality maupun spatial distribution of resources, baik intra wilayah maupun antar wilayah (Sodik, 2006). Aspek tersebut tentunya dapat dengan menerapkan prinsip-prinsip ilmu ekonomi yang berfungsi untuk menjelaskan gejala-gejala atau fenomena yang berkaitan dengan perilaku spasial ekonomi dalam mencapai tujuan masing-masing. Perilaku spasial tentunya harus menyesuaikan dengan karakteristik wilayah yang dimiliki di setiap negara agar kebijakan ekonomi yang diberlakukan sesuai dengan situasi lapangan (Priyarsono, 2016). Sebagaimana yang diketahui bahwa faktor geografis dalam perspektif spasial dapat menjadi salah satu hambatan dalam mewujudkan pemerataan ekonomi. Hal inilah yang terjadi di Indonesia. Karakteristik Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara archipelago memang dapat menjadi daya tarik wisatawan akan keindahan alamnya, tetapi disisi lain menjadi tantangan karena adanya laut yang memisahkan daratan-daratan di Indonesia. Adanya laut dapat mengakibatkan menurunnya tingkat aksesibilitas dan konektivitas antar pulau sehingga dapat memperlambat pergerakan dan menambah biaya mobilitas barang dan jasa. Akibatnya, distribusi pendapatan juga tidak tersebar secara merata. Situasi ini mendorong terjadinya ketimpangan pembangunan ekonomi di antara pulau-pulau yang ada di Indonesia, baik dari sisi Jumlah PDRB, Laju Pertumbuhan Ekonomi, Ketersediaan Infrastruktur, Lembaga Hukum yang transparan, dan lain-lain. Akibatnya, wilayah yang mengalami defisit kapital sehingga berakibat pada timbulnya kemiskinan. Oleh karena itu, untuk mengatasi itu semua, hendaknya terdapat sebuah sistem pembangunan ekonomi khusus dengan paradigma archipelago state yang telah disesuaikan dengan kondisi spasial Indonesia sehingga upaya-upaya yang dilakukan dapat terlaksana secara optimal sehingga dapat mengurangi angka ketimpangan dan kemiskinan ekonomi di Indonesia.

Pada dasarnya, dalam penerapan berdasarkan prinsip dasar ilmu geografi menyatakan bahwa setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda atau diferensiasi area. Dalam mengkaji permasalahan regional, dapat dilakukan dengan dua cara, yakni dengan melakukan pendekatan analisis permasalahan dan potensi yang dapat dilakukan dengan peninjauan kondisi eksisting suatu wilayah (Wulan & Khadiyanto, 2013). Identifikasi permasalahan dapat dilakukan dengan menggunakan instrumentasi pengukuran ekonomi, seperti PDRB, maupun yang bersumber dari faktor produksi. Pengukuran PDRB dapat dilakukan melalui dua cara, yakni PDRB harga konstan dan harga berlaku. Identifikasi pertumbuhan ekonomi mengindikasi kinerja perekonomian pada masing-masing wilayah. Berdasarkan data BPS (2020), laju pertumbuhan ekonomi di Indonesia secara umum berada pada angka 3,10% per semester 1 tahun 2020. Jika dilihat berdasarkan data masing-masing provinsi, terdapat disparitas dan kecenderungan baru bahwa 5 provinsi dengan laju pertumbuhan ekonomi tertinggi bukan hanya berasal dari Pulau Jawa saja, melainkan sudah tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. Laju pertumbuhan penduduk tertinggi dipegang oleh Provinsi DIY dengan nilai 9,24%, diikuti oleh Provinsi DKI Jakarta dengan nilai 8,38%, Sulawesi Selatan sebesar 8,18%, Maluku Utara sebesar 7,82%, Sulawesi Utara sebesar 7,1% dan Papua sebesar 6,09%. Lahirnya kecenderungan baru ini dapat diperkirakan sebagai bentuk bukti nyata dari pemberlakuan otonomi daerah dan strategi kebijakan yang bersifat bottom-up pada era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pemberlakuan otonomi daerah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang pembaharuannya dibahas dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintah daerah.

Namun, filosofi pembangunan yang diterapkan pada masa lalu menjadi indikasi tidak meratanya pendapatan di Indonesia, bahkan dampaknya pun dapat dirasakan hingga sekarang (Yulianita, 2013). Terhitung, sebelum tahun 1999, sebanyak 94% dari pendapatan daerah akan diakumulasikan dan dikumpulkan oleh pemerintah pusat, tetapi terhitung pasca reformasi diberlakukan pemerintah pusat hanya mengumpulkan dana daerah kurang dari 50% (Nuradhawati, 2019). Perubahan filosofi sentralisasi menjadi desentralisasi pada era reformasi berdampak pada pengelolaan kebijakan ekonomi di setiap wilayahnya yang tentunya telah disesuaikan dengan pengembangan karakteristik negara kepulauan. Salah satu contoh studi kasus yang menarik untuk dikaji adalah mengenai pertumbuhan ekonomi di Indonesia Timur. Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa dua provinsi di Indonesia Timur termasuk ke dalam 6 besar provinsi laju pertumbuhan ekonomi tertinggi di Indonesia per 2020. Hal ini cenderung berbanding terbalik dengan realitas yang terjadi dalam beberapa tahun yang lalu dimana laju pertumbuhan ekonomi Papua termasuk ke dalam kelas bawah dengan laju pertumbuhan terendah. Berdasarkan data BPS Provinsi Papua (2020), terdapat sedikit perubahan yang terjadi dalam 2 tahun terakhir yang mana aspek non-migas mengalami penurunan yang cukup ekstrim yakni sebesar -15,72% dibanding tahun sebelumnya. Namun, untuk merespon hal tersebut, melalui sinergi pemerintah daerah dan pusat berusaha untuk meningkat aspek penghidupan melalui sektor nonmigas, salah satunya melalui alokasi khusus dana persiapan pon. Adanya efek penyelenggaraan Pon Papua 2020, disinyalir menjadi faktor penyebab tingginya laju pertumbuhan ekonomi yang ada. Selain itu, pada kasus yang terjadi di Maluku Utara, efek yang ditimbulkan dengan adanya penetapan KEK Morotai menjadi indikasi peningkatan pertumbuhan ekonomi di Maluku Utara (SKPT Mortai, 2021). Lokasinya yang strategis yang dibuktikan dengan adanya pembangunan basis militer kawasan Asia-Pasifik menjadi bukti tingginya nilai geostrategis yang tinggi. Sinergitas kawasan ekonomi antara daerah satu dengan daerah lainnya yang sudah terintegrasi melalui tol laut juga dapat menjadi faktor pendukung tingginya laju pertumbuhan ekonomi. Diharapkan dengan adanya kawasan ini dapat menyumbang nilai investasi sebanyak Rp30,44 triliun hingga 2025.

Peta Koridor Ekonomi Indonesia

Sumber: : Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011-2025

 

Selain itu, pembangunan koridor perekonomian di setiap wilayah di Indonesia diharapkan menjadi intrumen dalam pengintengrasian sistem pembangunan perekonomian di Indonesia. Pembangunan koridor ekonomi di Indonesia dilakukan berdasarkan potensi dan keunggulan Karakteristik sebagai negara kepulauan dapat dijadikan sebagai sebuah konstelasi yang unik dan berbeda dengan negara pada umumnya yang menerapkan pendekatan continental state dalam upaya pembangunan. Salah satu program pemerintah yang berfungsi sebagai instrumen dalam penerapan ekonomi pembangunan pada archipelago state adalah MP3EI. Program MP3EI merupakan program yang ditujukan untuk mencapai aspirasi Indonesia pada tahun 2025 yakni sebagai negara yang maju dan sejahtera dengan pencapaian PDB USD 4,3 triliun dan menjadi negara ke-9 dengan PDB tertinggi di dunia. Untuk merealisasikan program tersebut, ditetapkanlah koridor-koridor pembangunan. Koridor pembangunan di Indonesia tentunya telah disesuaikan dengan potensi sumber daya alam dan manusia yang tersebar di pulau-pulau Indonesia. Hal tersebut diaplikasikan dalam tema pembangunan sektor, yakni (1) Koridor Ekonomi Sumatera, sebagai sentra produksi dan pengolahan hasil bumi dan lumbung energi nasional, (2) Koridor Ekonomi Jawa,, sebagai pendorong industri dan jasa nasional, (3) Koridor Ekonomi Kalimantan, sebagai pusat  produksi dan pengolahan hasil tambang & lumbung energi nasional, (4) Koridor Ekonomi Sulawesi, sebagai pusat dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, perikanan mugas, dan pertambangan nasional, (5) Koridor Ekonomi Bali – Nusa Tenggara sebagai pintu gerbang pariwisata dan pendukung pangan nasional, dan (6) Koridor Ekonomi Papua – Kepulauan Maluku sebagai pusat pengembangan pangan, perikanan, ekonomi, dan pertambangan nasional.

Pembangunan Ekonomi tentunya ditujukan untuk meningkatkan perekonomian dan mencapai kesejahteraan untuk seluruh masyarakat Indonesia. Karakteristik Indonesia sebagai archipelago state sudah sewajarnya dapat menjadi konstelasi dan comparative advantages dalam mengembangkan potensi yang ada guna mengatasi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan dan pembangunan di Indonesia. Eksistensi keberadaan laut sebagai penghubung antar pulau hendaknya perlu dipertegas kembali agar masyarakat dapat memahami nilai spasial tersebut. Penetapan dan pembangunan koridor ekonomi di setiap pulau di Indonesia diharapkan mampu menjadi pendobrak ekonomi yang tentunya telah disesuaikan dengan potensi dan masalah yang ada.  Pengembangan struktur ruang pada setiap provinsi diarahkan untuk memahami pola pergerakan komoditas unggulan yang sekiranya menjadi prioritas dalam pembangunan wilayah. Selain itu, politik desentralisasi wilayah hendaknya harus lebih ditegakkan sesuai dengan nilai murni yang tertera dalam peraturan yang ada. Penerapan dan pengawasan jalannya hukum ekonomi harus sesuai dengan supremasi hukum agar program-program yang sudah ditetapkan sebelumnya berjalan sesuai dengan rencana dan membuahkan hasil tepat terhadap sasaran.

 

Referensi

BPS 2020. Badan Pusat Statistik Pusat 2020.

BPS Papua 2020. Papua dalam Angka 2020.

Nuradhawati, Rira 2019. Dinamika Sentralisasi dan Desentralisasi di Indonesia. Program Pascasarjana Magister Ilmu Pemerintahan, Universitas Jenderal Achmad Yani. Jurnal Academia Praja Vol. 2 Nomor 1, Februari 2019.

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011-2025.

Priyasono (2016). Apa Itu Ilmu Ekonomi Regional?. Modul 1. ESPA4425/MODUL 1.

SKPT Morotai, 15 Oktober 2021. Kementerian Kelautan dan Perikanan. Source: https://kkp.go.id/Morotai/artikel/13793-morotai-merupakan-kawasan-ekonomi-khusus-kek.

Sodik 2006. Pertumbuhan Ekonomi Regional: Studi Kasus Analisis Konvergensi Antar Provinsi di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 11 No. 1, April 2006 Hal: 21-32.

Wulan, Tunjung & Khadiyanto, Parfi 2013. Identifikasi Potensi dan Masalah Desa Wonosoco dalam Upaya Pengembangan Sebagai Desa Wisata di Kabupaten Kudus. Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universita Diponegoro. Jurnal Ruang – Vol.1 Nomor 1 Tahun 2013.

Yulianita 2013. Analisis Kinerja Ekonomi dan Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Muara Enim (Kota Induk) dengan Kota Prabumulih (Kota Baru). Fakultas Ekonomi Universitas Sriwijaya. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol 11. No. 1 hal: 34-53.

Categories: Publikasi

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.