Pengembangan Transit Oriented Development (TOD) dalam Mewujudkan Kota yang Efisien

Published by hmgp.geo on

Adina Muliawati

adina.m@mail.ugm.ac.id

Divisi Riset dan Keilmuan HMGP UGM 2022

Pembangunan Wilayah, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada

Ilustrasi Transit Oriented Development (TOD)

Sumber: https://images.app.goo.gl/VRcyxgkJ3FN22h8T7

          Pertumbuhan penduduk di kota- kota Indonesia semakin meningkat seiring dengan berkembangnya waktu. Hal ini tentunya dapat memberikan dampak terhadap permasalahan mobilitas pada kota, seperti terjadinya kemacetan akibat banyaknya penggunaan kendaraan pribadi dan timbulnya polusi yang dapat mengganggu kesehatan masyarakat di sekitarnya. Selain itu, adanya fenomena urban sprawl di beberapa kota besar Indonesia juga menyebabkan adanya perkembangan permukiman penduduk di wilayah peri urban yang mana sebagian penduduknya memiliki beberapa aktivitas di kota. Hal ini tentunya akan menambah permasalahan mobilitas di kota seperti meningkatnya kemacetan, terlebih jika kota tidak menyediakan fasilitas transportasi umum yang berdampak pada ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan pribadi dalam melakukan perpindahan atau mobilitas. Oleh sebab itu, diperlukan adanya penerapan konsep Transit Oriented Development (TOD) guna mengurangi penggunaan kendaraan pribadi dan mewujudkan optimalisasi penggunaan transportasi umum, seperti bus trans dan kereta api sehingga dapat mewujudkan kota yang efisien.

    Transit Oriented Development (TOD) dapat diartikan sebagai konsep pengembangan ataupun pembangunan kota dengan memaksimalkan penggunaan lahan yang bercampur dan terintegrasi serta mempromosikan penggunaan angkutan umum massal dan gaya hidup sehat, seperti berjalan kaki dan bersepeda (Ayuningtyas, 2019). Selain itu, Susilowati (2021) juga menjelaskan bahwa Transit Oriented Development (TOD) merupakan konsep pengembangan kota dengan penggunaan angkutan umum yang maksimal dilengkapi dengan fasilitas jaringan jalan bagi pejalan kaki atau sepeda, serta tempat pemberhentian kendaraan umum dan fasilitas parkirnya. Dilihat dari definisi Transit Oriented Development (TOD) tersebut, TOD dapat mendukung dan menggambarkan definisi kota yang efisien, yaitu kota yang tidak menimbulkan keborosan ekonomi, kepadatan, kemacetan serta dapat mendorong berbagai kegiatan dalam kota secara produktif dan berkelanjutan. Efisiensi yang dimaksud dalam kota yang efisien ini dapat berupa efisiensi dalam penataan dan penggunaan tata ruang perkotaan, penyelenggaraan pelayanan umum, serta pembangunan prasarana dan sarana dalam kota. Dalam hal ini, pengembangan Transit Oriented Development (TOD) dapat dilakukan dengan mengembangkan sarana transportasi umum dalam kota guna mengurangi kepadatan dan kemacetan yang terjadi.

Transit Oriented Development Is the Key to Better Cities

Sumber: https://images.app.goo.gl/9ECEBE6GCAD17pcP8

           Pengembangan Transit Oriented Development (TOD) memiliki prinsip dan kunci penerapan agar sesuai dengan sasaran kinerja standar TOD. Wirasmoyo (2019), menyebutkan bahwa prinsip dan kunci penerapan sasaran kinerja standar TOD terdiri dari walk atau berjalan kaki, cycle atau bersepeda, connect atau menghubungkan, transit atau angkutan umum, mix atau pembauran, densify atau memadatkan, compact atau merapatkan, dan shift atau beralih. Prinsip walk dapat terlaksana dengan tepat didukung dengan pengembangan infrastruktur pejalan kaki yang aman, lengkap, dan dapat diakses oleh berbagai kalangan termasuk masyarakat dengan disabilitas, dilengkapi dengan fasilitas jalan seperti penerangan, pepohonan pelindung, dan arah jalan. Prinsip cycle ditujukan untuk memberikan prioritas transportasi tidak bermotor yang terjangkau guna mencapai tujuan jarak pendek. Sementara itu, prinsip connect dapat dilakukan dengan menciptakan jaringan jalan dan jalur pejalan kaki yang padat dan terhubung satu sama lain. Prinsip transit, dikembangkan dengan menempatkan pembangunan di sekitar jaringan umum angkutan massal dengan akses menuju layanan angkutan umum cepat dan berkala, serta menghubungkan dan mengintegrasikan pengguna jalan. Prinsip pembauran dilakukan dengan mempertimbangkan keseimbangan, seperti perencanaan pengembangan dengan tetap memperhatikan tata guna lahan, pendapatan dan demografi guna menghasilkan perjalanan jarak dekat sehingga dapat ditempuh dengan berjalan kaki, bersepeda, dan memaksimalkan angkutan umum. Sementara itu, prinsip densify dikembangkan dengan pengoptimalan kepadatan ruang dan penyesuaian kapasitas angkutan umum. Prinsip compact dilakukan dengan pengembangan dan pembangunan transportasi umum pada wilayah dengan jarak kebutuhan pelayanan yang pendek secara terintegrasi. Prinsip terakhir, yaitu shift dilakukan dengan meningkatkan mobilitas angkutan umum, regulasi parkir, dan penggunaan jalan.

               Pengembangan Transit Oriented Development (TOD) di kota- kota Indonesia, terutama kota besar di Indonesia dapat memberikan beberapa dampak positif, seperti mengurangi penggunaan kendaraan pribadi sehingga angka kemacetan, polusi udara, dan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan pun menurun. Selain itu, masyarakat kota juga akan memiliki gaya hidup yang lebih aktif dan sehat karena masyarakat akan cenderung berjalan kaki pada saat mengakses lokasi dengan jarak yang dekat. Pengembangan transportasi umum dilengkapi sarana dan prasarana yang memadai dan nyaman juga diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan transportasi umum tersebut sehingga hal ini dapat berdampak pada peningkatan pendapatan daerah dari tarif angkutan yang ada. Hal ini tentunya juga selaras dengan meningkatnya potensi nilai tambah melalui bertambahnya nilai properti yang berkelanjutan sesuai dengan investasi angkutan. Pengembangan transportasi umum dari segi ekonomi juga dapat dilihat pada dampak positifnya dalam peningkatan akses pekerjaan dan kesempatan ekonomi bagi masyarakat kota. Sementara itu, dari segi mobilitas kota, mobilitas yang terjadi pada kota dapat diperluas dengan tetap mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan dapat mengurangi biaya transportasi.

       Banyaknya dampak positif dari dikembangkaannya Transit Oriented Development (TOD) di kota- kota Indonesia, seperti pengembangan sarana dan prasarana transportasi umum tidak menjamin banyaknya antusiasme masyarakat kota. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat kota yang kurang atau bahkan tidak mendukung, dan berminat dalam penggunaan transportasi umum akibat ketergantungannya pada kendaraan pribadi. Seperti yang terjadi di beberapa kota di Indonesia, banyak masyarakat yang kurang tertarik dan berminat dalam menggunakan transportasi umum karena beberapa alasan, seperti penempatan titik transit yang tidak memperhatikan sebaran guna lahan berupa representasi dari zona bangkitan dan tarikan sebagai titik-titik demand (Purbo, 2017). Selain itu, tidak adanya fasilitas yang dapat memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi masyarakat untuk menuju moda maupun perpindahan antarmoda, seperti ketidakjelasan rute transportasi umum dalam kota juga menjadi salah satu penyebab ketidaktertarikan masyarakat dalam menggunakan transportasi umum.

         Menurunnya minat masyarakat terhadap penggunaan transportasi umum mengakibatkan adanya ketergantungan yang tinggi terhadap kendaraan pribadi sebagai cara dalam memenuhi pergerakan atau mobilitas masyarakat kota sehingga hal ini dapat menghambat pengembangan Transit Oriented Development (TOD) guna mewujudkan kota yang efisien. Hal ini menandakan bahwasanya dalam pengembangan Transit Oriented Development (TOD) juga diperlukan adanya cara dan kebijakan yang tepat oleh pemerintah. Beberapa cara dan kebijakan yang dapat dilakukan adalah dengan menjalin kerja sama dan kolaborasi yang kuat antar stakeholders dalam seluruh proses pengembangan TOD, merencanakan kebijakan TOD secara terpadu dengan rencana induk transportasi perkotaan yang memuat aspirasi kebutuhan masyarakat, menyusun dan menjalankan mekanisme koordinasi pengembangan TOD yang lebih efektif, serta memprioritaskan peningkatan kenyamanan dan keamanan bagi pengguna sarana transportasi. Selain itu, hal yang dapat dilakukan adalah merumuskan kebijakan TOD dengan menyeimbangkan kepentingan umum dan swasta melalui koordinasi perencanaan transportasi dan tata ruang berdasarkan karakteristik wilayahnya. Penerapan beberapa kebijakan tersebut dengan baik dan tepat, diharapkan dapat mewujudkan pengembangan Transit Oriented Development (TOD) guna mewujudkan kota yang efisien. 

 

Referensi

Ayuningtyas, S. H. dan Karmilah, M. (2019). Penerapan Transit Oriented Development (TOD) sebagai Upaya Mewujudkan Transportasi yang Berkelanjutan. 24. 45-66. Diakses pada http://jurnal.unissula.ac.id/index.php/pondasi/article/view/4996/3179.

Susilowati, F., Chrishnawati, Y., dan Puspitasari, E. (2021). Proyeksi Transit Oriented Development oleh Masyarakat di Stasiun Tugu Yogyakarta. 19. 43-52. Diakses pada https://ojs.balitbanghub.dephub.go.id/index.php/jurnalmtm/article/view/2039/pdf.

Wirasmoyo, W., Ratriningsih, D., dan Rahman, M.A.. (2019). Ruang Transit Bus Trans Jogja Berbasis Kesesuaian dengan Standar Transit Oriented Development (TOD) Studi Kasus: Halte Bus Trans Jogja Malioboro 1 dan Parkir Ngabean. 2. 213-224. Diakses pada https://jurnal.ft.uns.ac.id/index.php/senthong/article/view/864.

Purbo, B. (2017). Model Penentuan Lokasi Titik Transit (Studi Kasus: Kota Semarang). Tugas Akhir Tidak Dipublikasi, Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, Universitas Diponegoro, Kota Semarang. Diakses pada https://jurnal.uns.ac.id/jdk/article/download/40015/28341.

 

Categories: Publikasi

0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.